Beranda | Artikel
Shalat-Shalat Sunnah
Jumat, 29 September 2023

SHALAT-SHALAT SUNNAH

Di antara rahamat Allah kepada hambanya adalah bahwa Allah mensyari’atkan bagi setiap kewajiban, sunnah yang sejenis; agar orang mukmin bertambah imannya dengan melakukan yang sunnah, dan menyempurnakan yang wajib pada hari kiamat, karena kewajiban-kewajiban mungkin ada yang kurang.

Shalat ada yang wajib dan ada yang sunnah, puasa ada yang wajib dan ada yang sunnah, demikian pula haji, sedekah dan lainnya, dan seorang hamba senantiasa mendekatkan diri kepada Allah dengan melakukan yang sunnah-sunnah sehingga Allah mencintainya.

Shalat Sunnah Bermacam-macam:

  1. Ada yang disyariatkan berjamaah seperti shalat tarawih, istisqa’, shalat kusuf, dan shalat ied.
  2. Ada yang tidak disyariatkan berjamaah seperti shalat istikharah.
  3. Ada yang mengikuti shalat fardhu seperti sunnah rawatib.
  4. Ada yang tidak mengikuti yang lain seperti shalat dhuha.
  5. Ada yang mempunyai waktu seperti shalat tahajjud.
  6. Ada yang tidak ditentukan waktunya seperti sunnah mutlak.
  7. Ada yang terikat dengan sebab, seperti tahiyatul masjid, dan dua rakaat wudhu’.
  8. Dan ada yang tidak terikat dengan sebab, seperti sunnah mutlak
  9. Ada yang mu’akkad, seperti shalat ied, istisqa’, kusuf, dan shalat witir.
  10. Ada yang tidak mu’akkad seperti shalat sebelum maghrib dan lainnya.

Ini merupakan karunia Allah kepada hambanya, dimana Allah mensyari’atkan bagi mereka sarana mendekatkan diri kepadanya, dan menjadikan perbuatan taat berfariasi untuk meninggikan derajat mereka, dan menghapuskan kesalahan-kesalahan mereka, melipat gandakan kebaikan. Maka bagi Allah segala puji dan syukur.

Sunnah Rawatib
Sunnah rawatib adalah : Shalat yang dilakukan sebelum atau setelah shalat fardhu, ia terbagi menjadi dua macam:

Sunnah rawatib mu’akkadah, yaitu dua belas rakaat:

  1. Empat rakaat sebelum dhuhur.
  2. Dua rakaat setelah dhuhur.
  3. Dua rakaat setelah maghrib.
  4. Dua rakaat setelah shalat isya’.
  5. Dua rakaat sebelum subuh.

عن أم حبيبة رضي الله عنها زوج النبي- صلى الله عليه وسلم- أنها قالت: سمعت رسول الله- صلى الله عليه وسلم- يقول: «مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يُصَلِّي للهِ كُلَّ يَوْمٍ ثِنْتَي عَشْرَةَ رَكْعَةً تَطَوُّعاً غَيْرَ فَرِيضَةٍ إلَّا بَنَى الله لَهُ بَيْتاً فِي الجَنَّةِ، أَوْ إلَّا بُنِيَ لَهُ بَيْتٌ فِي الجَنَّةِ». أخرجه مسلم.

Dari ummu Habibah Radhiyallahu anha isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Ttidaklah seorang hamba muslim shalat sunnah bukan fardhu untuk Allah setiap hari dua belas rakaat, kecuali Allah membangunkan baginya rumah di surga, atau kecuali dibangunkan baginya rumah di surga. (HR. Muslim)[1].

Suatu kali shalat sepuluh rakaat sebagaimana di atas, akan tetapi shalat dua rakaat sebelum dhuhur.

عن ابن عمر رضي الله عنهما قال: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ الله- صلى الله عليه وسلم- قَبْلَ الظُّهْر سَجْدَتَيْنِ، وَبَعْدَهَا سَجْدَتَيْنِ، وَبَعْدَ المَغْرِبِ سَجْدَتَيْنِ، وَبَعْدَ العِشَاءِ سَجْدَتَيْنِ، وَبَعْدَ الجُمُعَةِ سَجْدَتَيْنِ، فَأَمَّا المَغْرِبُ وَالعِشَاءُ وَالجُمُعَةُ فَصَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ- صلى الله عليه وسلم- فِي بَيْتِهِ. متفق عليه.

Dari Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma berkata : Aku shalat bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum dhuhur dua rakaat, dan setelahnya dua rakaat, setelah maghrib dua rakaat, setelah shalat isya’ dua rakaat, setelah shalat jum’at dua rakaat, adapun shalat maghrib, isya’, dan jum’at, maka aku shalat bersama Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di rumahnya. (Muttafaq alaih)[2].

Shalat rawatib yang tidak mu’akkad, dilakukan namun tidak terus-menerus:

Dua rakaat sebelum ashar, maghrib, isya’, dan disunnahkan selalu shalat empat rakaat sebelum asar, dan ia merupakan sebab mendapat rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Shalat sunnah mutlak disyari’atkan pada waktu malam dan siang, dua dua, dan yang paling utama adalah shalat malam.

Sunnah Rawatib yang Paling Mu’akkad.
Sunnah rawatib yang paling mu’akkad adalah dua rakaat Fajar, dan sunah dipersingkat setelah membaca fatihah pada rakaat pertama disunnahkan membaca surat al-Kafirun dan pada rakaat kedua membaca surat al-Ikhlas.

Atau pada rakaat pertama membaca:

قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ  [البقرة/136]

Dan pada rakaat kedua membaca:

قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ  [آل عمران/64]

Dan terkadang membaca:

فَلَمَّا أَحَسَّ عِيسَى مِنْهُمُ الْكُفْرَ قَالَ مَنْ أَنْصَارِي إِلَى اللَّهِ قَالَ الْحَوَارِيُّونَ نَحْنُ أَنْصَارُ اللَّهِ آمَنَّا بِاللَّهِ وَاشْهَدْ بِأَنَّا مُسْلِمُونَ  [آل عمران/52]

Barangsiapa yang tidak melakukan sunnah ini Karena ada halangan, disunnahkan mengqadha’nya.

Apabila seorang muslim wudhu’ dan masuk masjid setelah adzan dhuhur misalnya, dan shalat dua rakaat dengan niat shalat tahiyatul masijd, sunnah wudhu’, dan sunnah rawatib dhuhur, maka itu boleh.

Disunnahkan  memisahkan antara shalat fardhu dg sunnah rawatib qabliyah atau ba’diyah dengan berpindah atau berbicara.

Shalat-shalat sunnah ini dilakukan di masjid atau di rumah, dan yang lebih utama dilakukan di rumah, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

 فَصَلُّوا أَيُّهَا النَّاسُ فِي بُيُوتِكُمْ فَإنَّ أَفْضَلَ الصَّلاةِ صَلاةُ المَرْءِ فِي بَيْتِهِ إلَّا المَكْتُوبَةَ». متفق عليه

Maka shalatlah wahai manusia di rumah kalian karena shalat yg paling utama adalah shalat seseorang di rumahnya kecuali shalat wajib. (Muttafaq alaih)[3]

Boleh shalat sunnah sambil duduk walaupun mampu berdiri, dan shalat berdiri lebih  utama, adapun shalat fardhu, maka berdiri merupakan rukun kecuali bagi yg tidak mampu berdiri, maka ia shalat sesuai dengan kondisinya seperti telah diterangkan di atas.

Baransiapa yg shalat sunnah sambil duduk tanpa ada halangan, maka ia mendapatkan separuh shalat berdiri, kalau ada halangan maka ia mendapat pahala seperti shalat berdiri, dan shalat sunnah sambil berbaring karena udzur maka pahalanya seperti shalat berdiri, dan jika tanpa udzur  maka mendapat separuh pahala shalat duduk.

Shalat Tahajjud
Qiyamullail termasuk shalat sunnah mutlak, ia sunnah mu’akkadah, aa memerintah rasulnya melakukannya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

قال الله تعالى: {يَاأَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ (1) قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا (2) نِصْفَهُ أَوِ انْقُصْ مِنْهُ قَلِيلًا (3) أَوْ زِدْ عَلَيْهِ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلًا  [المزمل / 1- 4]

Hai orang yang berselimut (Muhammad), Bangunlah (untuk sembahyang) di malam hari, kecuali sedikit (daripadanya), (yaitu) seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit. Atau lebih dari seperdua itu. dan Bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. [Al-Muzammil/73: 1-4]

Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

قال الله تعالى: وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَكَ عَسَى أَنْ يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَامًا مَحْمُودًا  [الإسراء/79]

Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. [Al-Isra/17’: 79].

Allah menyebutkan sifat-sifat orang yg bertakwa bahwa mereka:

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ  [الذاريات/17- 18]

Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar. [Adz-Dzariyaat/51: 17-18].

Keutamaan Qiyamul Lail.
Qiyamul lail merupakan amal yang paling utama, ia lebih utama daripada shalat sunnah di siang hari; karena di waktu sepi lebih ikhlas kepada Allah, dan karena beratnya meninggalkan tidur, dan kelezatan bermunajatk kepada Allah azza wajalla, dan di pertengahan malam lebih utama.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

 قال الله تعالى: إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْئًا وَأَقْوَمُ قِيلًا [المزمل/6]

Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih berkesan.  [Al-Muzammil/51: 6]

عن عمرو بن عبسة رضي الله عنه أن النبي- صلى الله عليه وسلم- قال: «إنَّ أَقْرَبَ مَا يَكُونُ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ مِنَ العَبْدِ جَوْفَ اللَّيْلِ الآخِرِ، فَإنْ اسْتَطَعْتَ أَنْ تَكُونَ مِمَّنْ يَذْكُرُ الله عَزَّ وَجَلَّ فِي تِلْكَ السَّاعَةِ فَكُنْ، فَإنَّ الصَّلاةَ مَحْضُورَةٌ مَشْهُودَةٌ إلَى طُلُوعِ الشَّمْسِ..». أخرجه الترمذي والنسائي.

Dari Amr bin Anbasah Radhiyallahu anhu bahwasanya Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata : sesungguhnya Allah paling dekat kepada hambanya adalah di tengah malam terakhir, kalau engkau bisa menjadi orang yang berdzikir kepda Allah pada waktu itu maka lakukanlah, karena shalat pada waktu itu dihadiri dan disaksikan hingga terbit matahari… (HR. Tirmidzi dan Nasa’i) (2).

سُئِلَ النبيُّ- صلى الله عليه وسلم- أي الصلاة أفضل بعد المكتوبة؟ فقال: «أَفْضَلُ الصَّلاةِ بَعْدَ الصَّلاةِ المَكْتُوبَةِ، الصَّلاةُ فِي جَوْفِ اللَّيْلِ». أخرجه مسلم

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya: Shalat apa yg paling utama selain yang wajib? Beliau berkata: shalat yang paling utama selain shalat wajib adalah shalat di tengah malam. (HR. Muslim).

Di Waktu Malam Ada Saat Dikabulkannya Doa.

عن جابر رضي الله عنه قال: سمعت النبي- صلى الله عليه وسلم- يقول: «إنَّ فِي اللَّيْلِ لَسَاعَةً لا يُوَافِقُهَا رَجُلٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ الله خَيْراً مِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ، إلَّا أَعْطَاهُ إيَّاهُ، وَذَلِكَ كُلَّ لَيْلَةٍ». أخرجه مسلم

Dari Jabir Radhiyallahu anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sllam bersabda: sesungguhnya di waktu malam ada satu saat dimana seorang hamba tidak memohon kebaikan dunia dan akhirat kepada Allah  pada saat itu, kecuali Allah memberikannya, dan ini ada pada setiap malam. (HR. Muslim).

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ يَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ؟ مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ؟، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ؟». متفق عليه

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Setiap malam tuhan kita turun ke langit dunia pada waktu sepertiga malam terakhir, Allah berkata: siapa yang berdoa kepadaku maka akan aku kabulkan, siapa yang meminta kepadaku akan aku berikan, siapa yg mohon ampun padaku maka aku akan memberi ampunan kepadanya. (Muttafaq alaih).

Disunnahkan bagi seorang muslim tidur dalam keadaan suci, dan barangsiapa yang bermalam dalam keadaan suci maka malaikat ikut bermalam bersamanya, dan ia tidak bangung kecuali malailkat berkata: Ya Allah, ampunilah hambamu fulan, karena ia bermalam dalam keadaan suci. (HR. Ibnu Hibban).

Disunnahkan segera tidur, agar bisa bangun untuk shalat malam dengan segar, dan disunnahkan bangun ketika mendengar adzan.

عَنْ أبِي هُرَيْرةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أنَّ رَسُولَ اللهِ- صلى الله عليه وسلم- قالَ: «يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إذَا هُوَ نَامَ ثَلاثَ عُقَدٍ، يَضْرِبُ على مكان كُلِّ عُقْدَةٍ: عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيلٌ فَارْقُدْ فَإنِ اسْتَيْقَظَ فَذَكَرَ الله انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَأَصْبَحَ نَشِيْطاً طَيِّبَ النَّفْسِ، وَإلَّا أَصْبَحَ خَبِيْثَ النَّفْسِ كَسْلانَ». متفق عليه.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Apabila salah seorang dari kalian tidur, setan membuat tiga ikatan di kepalanya, ia mengatakan pada setiap ikatan, malam masih panjang maka tidurlah. Jika ia bangun dan berdzikir kepada Allah, maka lepaslah satu ikatan, jika berwudhu’ maka lepas satu ikatan, dan jika shalat, lepas satu ikatan, maka ia masuk waktu pagi dengan segar dan jiwanya tenang, kalau tidak, maka ia masuk waktu pagi dg jiwa yg tidak tenang dan malas. (Muttafaq alaih).

Seorang Muslim seharusnya berusaha bangun malam dan tidak meninggalkannya; karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan qiyamul lail hingga kakinya pecah-pecah.

فَقَالَتْ عَائِشَةُ: لِمَ تَصْنَعُ هَذَا يَا رَسُولَ الله وَقَدْ غَفَرَ الله لَكَ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَأَخَّرَ؟ قَالَ: «أَفَلا أُحِبُّ أَنْ أَكُونَ عَبْداً شَكُوراً». متفق عليه

Aisyah Radhiyallahu anha berkata kepada beliau : Mengapa engkau lakukan ini wahai Rasulullah, padahal Allah telah mengampunimu dosamu yg telah lalu dan yg akan datang? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata: Tidakkah aku suka menjadi hamba yang bersyukur?. (Muttafaq alaih).

Jumlah Raka’at Shalat tahajjud: Sebelas rakaat dengan witir, atau tiga belas rakaat dengan witir.

Waktu shalat tahajjud: Waktu malam paling utama adalah sepertiga malam terakhir, maka malam dibagi dua, kemudian anda bangun pada seperti pertama dari paruh kedua, kemudian tidur di akhir malam.

عن عبد الله بن عمرو بن العاص رضي الله عنهما: أن رسول الله- صلى الله عليه وسلم- قال: «أَحَبُّ الصَّلاةِ إلَى الله صَلاةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلام، وَأَحَبُّ الصِّيَامِ إلَى الله صِيَامُ دَاوُدَ، وَكَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَيَقُومُ ثُلُثَهُ، وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَيَصُومُ يَوماً، وَيُفْطِرُ يَوماً». متفق عليه

Dari Abdullah bin Amr bin Ash Radhiyallahu anhu  bahwasanya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Shalat yang paling dicintai Allah adalah shalatnya nabi Daud, dan puasa yang paling dicintai oleh allah adalah puasanya nabi Daud, beliau tidur separuh malam, bangung sepertiganya, tidur seperenamnya, dan berpuasa satu dan tidak berpuasa satu hari. (Muttafaq alaih).

Sifat Shalat Tahajjud.
disunnah sebelum tidur berniat qiyamullail, jika ia tertidur dan tidak bangun, maka dibulis baginya apa yg diniatkan, dan tidurnya merupakan sedekah dari tuhan kepadanya, dan jika bangun untuk shalat tahajjud, ia menghapuskan tidur dari wajahnya, dan membaca sepuluh ayat di akhir surat al-Imran (إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ), lalu bersiwak dan berwudhu’ kemudian memulai tahajjud dengan dua rakaat ringan; berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

إذَا قَامَ أَحَدُكُمْ مِنَ اللَّيْلِ فَلْيَفْتَتِح صَلاتَهُ بِرَكْعَتَينِ خَفِيْفَتَيْنِ. أخرجه مسلم.

Apabila salah seorang kalian bangun di waktu malam maka hendaklah memulai shalatnya dengan dua rakaat ringan. (HR. Muslim)

Kemudian shalat dua rakaat-dua rakaat, dan salam setiap dua rakaat, berdasarkan yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar Radhiyallahu anhuma berkata :

إن رَجُلاً قال: يا رَسولَ اللهِ، كيف صلاة الليل؟ قال: «مَثْنَى مَثْنَى، فَإذَا خِفْتَ الصُّبْحَ فَأَوْتِرْ بِوَاحِدَةٍ». متفق عليه

Ada seseorang yg berkata: Wahai Rasulullah, bagaimana shalat malam? Beliau bersabada: dua dua, apabila engkau khawatir tiba waktu subuh, maka shalat witirlah satu rakaat. (Muttafaq alaih)

Boleh juga sekali-kali shalat empat rakaat dengan satu kali salam.

Disunnahkan mempunyai jumlah rakaat tertentu, jika ia tertidur dan tidak shalat maka diqadha’ dengan genap.

 وقد سُئلت عائشة رضي الله عنها عن صَلاة رسولِ اللهِ- صلى الله عليه وسلم- بالليل فقالت: سَبْعٌ، وَتِسْعٌ، وَإحْدَى عَشْرَةَ سِوَى رَكْعَتَي الفَجْرِ. أخرجه البخاري. 

Aisyah Radhiyallahu anha ditanya tentang shalat nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam di waktu malam, beliau berkata : Tujuh, sembilan, dan sebelas, selain shalat dua rakaat fajar. (HR. Bukhari).

Disunnahkan shalat tahajjud di rumahnya, membangunkan keluarganya, dan sekali-kali shalat mengimami mereka, memperpanjang sujudnya kira-kira selama membaca lima puluh ayat, jika mengantuk hendaklah tidur, dan disunnahkan memanjangkan berdiri dan membaca al-Qur’an, membaca satu juz al-Qur’an atau lebih, sekali-kali membaca dengan keras, dan sekali-kali pelan, jika membaca ayat tentang rahmat, hendaklah memohon rahmat, dan jika membaca ayat tentang adzab, hendaklah memohon perlindungan, dan jika membaca ayat yg mengandung  pensucian Allah Subhanahu wa Ta’ala, hendaklah bertasbih.

Kemudian mengakhiri tahajjudnya di waktu malam dengan shalat witir, berdasarkan sabda nabi saw: jadikanlah shalat terakhir kalian di waktu malam witir. (muttafaq alaih)[4] .

Shalat Witir
Shalat witir sunnah mu’akkadah, Rasulullah menganjurkan melakukannya dengan sabdanya:

الوِتْرُ حَقٌّ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ. أخرجه أبو داود والنسائي.

Shalat witir haq bagi setiap muslim. (HR. Abu Daud dan Nasa’i)[5]

Waktu Shalat Witir:
Dari setelah shalat isya’ hingga terbitnya fajar yang kedua, dan bagi yang yakin bangun, di akhir malam lebih utama, berdasarkan perkataan Aisyah Radhiyalahu anha :

لقول عائشة رضي الله عنها: مِنْ كُلِّ اللَّيْلِ قَدْ أَوْتَرَ رَسُولُ الله- صلى الله عليه وسلم-، مِنْ أَوَّلِ اللَّيْلِ، وَأَوْسَطِهِ، وَآخِرِهِ، فَانْتَهَى وِتْرُهُ إلَى السَّحَرِ. متفق عليه.

Pada setiap malam Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat witir, di awal malam, di pertengahan malam, dan di akhirnya, maka witir beliau selesai pada waktu sahur. (Muttafaq alaih) [6]

Sifat Shalat Witir
Witir bisa dilakukan satu rakaat, atau tiga rakaat, atau lima, atau tujuh, atau sembilan, jika rakaat-rakaat ini bersambung dengan satu slam. (HR. Muslim dan Nasa’i)[7] .

Paling sedikit shalat witir satu rakaat, dan paling banyak sebelas rakaat, atau tiga belas rakaat, dilakukan dua-dua, dan berwitir satu rakaat, kesempurnaan paling rendah tiga rakaat dg dua salam, atau dengan satu kali salam, dan tasyahhud satu di akhirnya, dan disunnahkah pada rakaat pertama membaca surat al-A’la, pada rakaat kedua al-Kafirun, dan pada rakaat keempat surat al-Ikhlas.

Jika shalat witir lima rakaat, maka bertasyahhud satu kali di akhirnya kemudian salam, demikian pula jika shalat witir tujuh rakaat, jika setelah rakaat keenam bertasyahhud tanpa salam kemudian bangung lagi untuk rakaat ketujuh, maka tidak mengapa.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: أوْصَانِي خَلِيلِي بِثَلاثٍ، لا أدَعُهُنَّ حَتَّى أمُوتَ: صَوْمِ ثَلاثَةِ أيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَصَلاةِ الضُّحَى وَنَوْمٍ عَلَى وِتْرٍ.
متفق عليه

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berkata: Kekasihku berwasiat kepadaku dengan tiga hal, aku tidak akan meninggalkannyua hingga mati: berpuasa tiga hari setiap bulan, shalat dhuha, dan tidur setelah shalat witir. (Muttafaq alaih)[8].

Jika shalat witir sembilan rakaat, bertasyahhud dua kali: satu kali setelah rakaat kedelapan, kemudian berdiri untuk rakaat yang kesembilan, lalu tasyahhud dan salam, akan tetapi yang lebih afdhal adalah shalat witir satu rakaat tersendiri, kemudian setelah salam membaca: سبحان الملك القدوس tiga kali, dan memanjangkan suaranya pada yang ketiga.

Seorang Muslim shalaat witir setelah shalat tahajjud, jika hawatir tidak bangun, maka shalat witir sebelum tidur, berdasarkan sabda nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنْ خَافَ أَنْ لا يَقُومَ مِنْ آخِرِ اللَّيْلِ فَلْيُوتِرْ أَوَّلَهُ، وَمَنْ طَمِعَ أَنْ يَقُومَ آخِرَهُ فَلْيُوتِرْ آخِرَ اللَّيْلِ، فَإنَّ صَلاةَ آخِرِ اللَّيْلِ مَشْهُودَةٌ، وَذَلِكَ أَفْضَلُ.
أخرجه مسلم.

Barangsiapa yang hawatir tidak bangun di akhir malam, maka hendaklah shalat witir di awalnya, dan barangsiapa yang ingin bangun di akhir malam, maka hendaklah shalat witir di akhir malam, karena shalat di akhir malam disaksikan, dan itu lebih afdhal. (HR. Muslim)[9].

Qunut pada waktu shalat witir dianjurkan sekali-sekali, siapa yang ingin melakukannya, dan yang tidak ingin, meninggalkannya, dan yang lebih utama lebih banyak meninggalkan daripada melakukan, dan tidak ada dalil shaih bahwa nabi qunut di shalat witir.

[Disalin dari صلاة التطوع  Penulis : Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah At Tuwaijry  Penerjemah Team Indonesia Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad. Maktab Dakwah Dan Bimbingan Jaliyat Rabwah. IslamHouse.com 2007 – 1428]
_______
Footnote
[1] Shahih Muslim no (728).
[2] Shahih Bukhari no (937), Shahih Muslim no (729).
[3] Shahih Bukhari no (731), Shahih Muslim no (781).
[4] Shahih Bukhari no (998), Shahih Muslim no (751)
[5] Sunan Abu Daud no (1422), Sunan Nasa’I no (1712).
[6] Shahih Bukhari no (996), Shahih Muslim no (745).
[7] Shahih Muslim no (746), Sunan Nasa’I no (1713).
[8] Shahih Bukhari no (1178), Shahih Muslim no (721).
[9] Shahih Muslim no (755).


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/89208-shalat-shalat-sunnah-2.html